Di KEBIRI 20 Tahun - Nafsu Ada Tapi Tidak Bisa Berdiri
Kisah Nyata Pria yang Dikastrasi (Dikebiri): Dampak, Penyebab, dan Fakta yang Jarang Dibahas
Pendahuluan: Kisah Nyata yang Menggugah dan Jarang Terungkap
Fenomena kebiri atau kastrasi mungkin terdengar ekstrem di zaman modern. Namun kenyataannya, praktik ini pernah terjadi di beberapa daerah, terutama pada era ketika pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, keluarga berencana, dan vitalitas pria masih minim.
Artikel ini membahas kisah seorang pria desa yang mengaku sudah dikebiri lebih dari 20 tahun, lengkap dengan kehidupan sehari-harinya, dampak psikologis dan biologis, serta alasan sosial yang melatarbelakanginya.
Kisah ini diceritakan berdasarkan percakapan langsung yang penuh kejujuran dan emosi.
1. Awal Pertemuan: Pekerja Kebun dan Sebuah Obrolan Tidak Terduga
Di sebuah komplek perumahan, ada seorang tukang kebut yang sering lewat setiap minggu untuk mencari pekerjaan. Sosok sederhana, ramah, dan berbahasa Sunda. Suatu hari, ketika diminta membersihkan kebun, terjadilah perbincangan yang membuka fakta mengejutkan:
👉 Beliau ternyata sudah dikebiri.
Sebuah topik yang jarang didengar, namun sangat relevan dengan konten edukasi kesehatan pria dan solusi vitalitas pria masa kini.
2. Dampak Utama Setelah Dikebiri: “Ada Nafsu, Tapi Tidak Bisa Berdiri”
Ketika ditanya tentang kondisi setelah dikebiri, beliau berkata:
- Nafsu masih ada, keinginan bercinta tetap muncul.
- Namun organ vital tidak bisa berdiri (ereksi hilang total).
- Hubungan intim dengan istri sudah tidak mungkin dijalankan.
- Tidak ada lagi produksi sperma.
- Bahkan ketika “dipaksa”, air mani tidak akan keluar.
Dalam bahasa Sunda, beliau menyebut kondisi itu sebagai:
“Ngeluk… kail pancing jadi luk.”
Artinya: lemah, lunglai, tidak bisa berfungsi.
Hal ini sangat sesuai dengan fakta medis bahwa kebiri menghilangkan produksi hormon testosteron, hormon penting untuk:
- gairah seksual,
- ereksi,
- energi,
- massa otot,
- kekuatan tulang,
- mood dan motivasi hidup.
- Namun yang menarik:
👉 Beliau tetap bertenaga bekerja, tidak mudah lelah di aktivitas fisik.
Ini memperlihatkan bahwa stamina kerja dan stamina seksual adalah dua hal yang berbeda.
3. Kehidupan Rumah Tangga Setelah Dikebiri
Beliau mengaku:
- Istrinya tidak pernah meminta hubungan intim.
- Tidak ada permintaan bantuan orgasme.
- Hubungan rumah tangga berjalan tanpa aktivitas seksual selama lebih dari 20 ahun.
- Istri tetap setia, tetap hidup bersama, dan bahkan kini mereka sudah punya cucu.
- Ketika ditanya apakah istrinya pakai KB, beliau menjawab:
- “Di kabe… biar lintuh. Biar sehat, biar gemuk.”
Menunjukkan bahwa keputusan kebiri bukan untuk KB istri, tapi tekanan sosial masa lalu.
4. Alasan Mengapa Ia Dikebiri: “Terlalu Banyak Anak”
Ini bagian paling mengagetkan.
Beliau mengaku:
- Memiliki 5 anak.
- Namun di desa beliau, ada keluarga yang melahirkan hampir setiap tahun (tunji – satu tahun hiji).
- Beberapa keluarga bahkan memiliki belasan anak.
- Karena kekhawatiran ekonomi, sebagian masyarakat, termasuk mertua dan aparatur desa, menganjurkan kebiri dengan iming-iming uang 1 juta rupiah.
Pada masa itu:
- minim edukasi KB,
- minim pengetahuan reproduksi,
- tekanan sosial besar,
- banyak mitos tentang kesuburan.
Inilah yang membuat praktik kebiri “dilegalkan sosial”, meski bukan keputusan edis.
5. Dari Kacamata Pria: Nafsu Ada, Tapi Tidak Bisa Berhubungan
Ketika ditanya apakah tersiksa:
Beliau berkata, nafsu tetap muncul, namun tidak bisa melakukan apa pun.
Ereksi mati total.
Tidak bisa melakukan hubungan intim sama sekali.
Tidak ada pengeluaran sperma.
Dalam bahasanya:
“Nafsu teh aya, tapi moal bisa hudang… moal bisa nanaon.”
Bayangkan seorang pria 30 tahun sedang dalam fase paling tinggi hormonal, namun harus kehilangan kemampuan seksualnya seumur hidup.
6. Fakta Tambahan: Kebiri Sudah Tidak Dilakukan Lagi
Beliau menegaskan:
Kebiri seperti yang ia alami sudah tidak dilakukan lagi di desa manapun.
Bahkan saat ini dianggap tindakan tidak manusiawi dan penuh risiko.
Keputusan masa lalu murni tekanan sosial, bukan tindakan medis modern.
7. Ada Orang yang Disuntik Minyak Kemiri: Topik yang Akan Dibahas Terpisah
Beliau juga menyinggung kasus lain:
👉 Orang yang disuntik minyak kemiri untuk memperbesar organ intim.
Praktik ini sangat berbahaya dan bisa menyebabkan kerusakan permanen.
Beliau bilang:
“Dibayar 2 juta pun saya gak mau… percuma, burungnya sudah tidak bisa bangun.”
Ini akan menjadi topik podcast terpisah.
8. Verifikasi Kesimpulan dari Cerita
Dari penjelasannya, dapat dirangkum:
- Kebiri dilakukan dengan memutus urat tertentu, bukan membuang organ.
- Dampaknya adalah hilangnya fungsi reproduksi dan ereksi sepenuhnya.
- Nafsu tetap ada, namun tidak bisa disalurkan.
- Dilakukan sebagai “solusi KB ekstrem” di masa lalu.
- Ada iming-iming uang dari pihak tertentu.
- Kini sudah dianggap tindakan yang salah, tidak manusiawi, dan berisiko tinggi.
9. Penutup: Pelajaran Besar tentang Reproduksi dan Kehidupan Pria
Kisah ini menjadi pengingat bahwa:
- Edukasi reproduksi sangat penting.
- Tekanan sosial bisa membawa keputusan ekstrem.
- Dan keluarga berencana tidak seharusnya dilakukan dengan cara-cara berbahaya.
- Fungsi vital pria adalah bagian dari kesehatan mental, emosional, dan fisik.
Di akhir cerita, ada humor:
“Siapa yang setuju kalau dikasih kopi biar bergairah lagi? Komentar, ya…”
Namun di balik tawa, terdapat pelajaran berharga tentang harga diri pria, perjuangan hidup, dan ketahanan keluarga.





